Lompat ke isi

Koran

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Foto orang tua berkacamata duduk di bangku dengan kaki bersilang sedang membaca koran di pagi hari
Orang yang sedang membaca koran.

Koran atau surat kabar adalah terbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa bahasan politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, atau cuaca. Surat kabar juga biasa berisi karikatur yang biasanya dijadikan bahan sindiran lewat gambar berkenaan dengan masalah-masalah tertentu, komik, TTS dan hiburan lainnya.

Ada juga surat kabar yang dikembangkan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya berita untuk politik, properti, industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau partisipan kegiatan tertentu.

Jenis surat kabar umum biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali pada hari-hari libur. Surat kabar sore juga umum di beberapa negara. Selain itu, juga terdapat surat kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dibandingkan dengan surat kabar harian dan isinya biasanya lebih bersifat hiburan.

Kebanyakan negara mempunyai setidaknya satu surat kabar nasional yang terbit di seluruh wilayah negara. Sebagai contoh, di Indonesia ada Kompas.

Pemilik surat kabar adalah pihak penanggung jawab dalam kaitannya dengan keberlangsungan medianya. Redaktur adalah beberapa jurnalis yang bertanggung jawab atas rubrik tertentu. Sedangkan yang bertanggung jawab terhadap isi surat kabar disebut penyunting (editor). Di samping kemutlakan adanya peran wartawan, pewarta atau jurnalis yang memburu berita atas instruksi dari redaktur atau pemimpin redaksi.

Sistem cetak jarak jauh

[sunting | sunting sumber]

Perkembangan teknologi modern (komputer, internet, dll) kini memungkinkan pencetakan surat kabar secara simultan di beberapa tempat, sehingga peredaran di daerah-daerah yang jauh dari pusat penerbitan dapat dilakukan lebih awal. Misalnya, koran Republika yang pusatnya di Jakarta, melakukan sistem cetak jarak jauh (SCJJ) di Solo. Koran International Herald Tribune yang beredar di Indonesia dicetak dan diterbitkan di Singapura, padahal kantor pusatnya berada di Paris.

Di satu pihak sistem ini menolong beredarnya koran-koran kota besar di daerah-daerah dengan lebih tepat waktu. Namun di pihak lain, koran-koran daerah banyak yang mengeluh karena hal ini membuat koran-koran besar semakin merajai dan mematikan koran-koran daerah yang lebih kecil.

Surat kabar modern biasanya terbit dalam salah satu dari tiga ukuran:

Sejak tahun 1980-an, banyak surat kabar yang dicetak berwarna dan disertai grafis. Ini menunjukkan bahwa tata letak surat kabar semakin penting dalam menarik perhatian pembaca.

Jumlah kopi surat kabar yang dijual setiap harinya disebut oplah, dan digunakan untuk mengatur harga periklanan.

Koran dan politik

[sunting | sunting sumber]

Di negara-negara Barat, pers disebut sebagai kekuatan yang keempat, setelah kaum agamawan, kaum bangsawan, dan rakyat. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Thomas Carlyle pada paruhan pertama abad ke-19. Hal ini menunjukkan kekuatan pers dalam melakukan advokasi dan menciptakan isu-isu politik. Karena itu tidak mengherankan bila pers sering ditakuti, atau malah "dibeli" oleh pihak yang berkuasa.

Di Indonesia, pers telah lama terlibat di dalam dunia politik. Pada masa penjajahan Belanda pers ditakuti, sehingga pemerintah mengeluarkan haatzai artikelen, yaitu undang-undang yang mengancam pers apabila dianggap menerbitkan tulisan-tulisan yang "menaburkan kebencian" terhadap pemerintah.

Pada masa Orde Lama banyak penerbitan pers yang diberangus oleh Presiden Soekarno. Namun bredel pers paling banyak terjadi di bawah pemerintahan Soeharto. Akibatnya banyak wartawan yang harus menulis dengan sangat berhati-hati. Atau sebaliknya, wartawan menjadi tidak kritis dan hanya menulis untuk menyenangkan penguasa. Kondisi demikian berubah menjadi lebih positif, setelah munculnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yang menjamin kebebasan pers.

Karl Batwizch mengemukakan lima syarat surat kabar:[1]

  • Publisitas: surat kabar diterbitkan untuk publik, untuk masyarakat umum atau siapa saja. Siapa pun boleh membeli dan membaca isinya bertujuan untuk diketahui masyarakat umum.
  • Periodisitas: surat kabar terbit pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Periode terbit, jarak antara dua terbitan bersifat tetap dan teratur. Misalnya, surat kabar harian sore terbit pada sore hari, kecuali hari libur.
  • Aktualitas: sebuah surat kabar isinya harus aktual dan belum pernah dimuat sebelumnya, yang dimaksud dengan aktual adalah hal-hal baru yang belum pernah dimuat sebelumnya.
  • Universalitas: isi dari surat kabar tidak mengenai satu persoalan saja, misalnya tidak hanya mengenai olahraga, isinya mengenai semua persoalan yang menjadi perhatian manusia seperti pendidikan, politik, sosial, budaya, hukum, ekonomi, kriminalitas dan lain sebagainya.
  • Kontinuitas: isi dari surat kabar harus berkesinambungan, yang dimaksud dengan kesinambungan dalam surat kabar adalah keterkaitan antara berita yang dimuat.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ M.Yoserizal Saragih (2018). "Media Massa dan Jurnalisme: Kajian Pemaknaan Antara Media Massa Cetak dan Jurnalistik". Jurnal Pemberdayaan Masyarakat. 6 (1): 88-89. ISSN 2355-8679. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]