Lompat ke isi

Pastor

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pastor (juga dilafalkan Pastur) adalah sebutan bagi pemimpin agama di lingkungan Gereja Katolik. Di Indonesia, sebutan ini biasanya digunakan untuk imam di lingkungan Gereja Katolik Roma, sementara di negara-negara berbahasa Inggris, biasanya di lingkungan Gereja Protestan.

Kata pastor sendiri berasal dari bahasa Latin pastōr yang berarti gembala.

Asal usul

[sunting | sunting sumber]

Penggunaan kata "pastor" berasal dari Alkitab. Dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama, digunakan kata רעה (ra'ah) dalam bahasa Ibrani untuk "gembala". Kata ini digunakan 173 kali untuk menggambarkan tindakan memberi makan kepada domba-domba seperti dalam Kitab Kejadian 29:7 dan juga sehubungan dengan manusia seperti dalam Yeremia 3:15, "Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Ku; mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian."[1]

Dalam Perjanjian Baru, kata dalam bahasa Yunani, ποιμην (poimēn) digunakan dan biasanya diterjemahkan sebagai gembala. Kata ini digunakan 18 kali dalam Perjanjian Baru. Misalnya, Surat Efesus 4:11, "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar" (LAI). Yesus juga menyebut dirinya sebagai "Gembala yang Baik" dalam Yohanes 10:11.

Para penulis Perjanjian Baru tampaknya menggunakan kata pastor atau gembala sebagai sinonim untuk jabatan gereja penatua (presbuteros) atau penilik jemaat atau uskup (episkopos). Misalnya, dalam Kisah Para Rasul 20:17, Rasul Paulus mengimbau para penatua gereja di Efesus untuk menyampaikan pesan terakhir kepada mereka. Dalam prosesnya, dalam Kisah Para Rasul 20:28, ia mengatakan kepada mereka bahwa Roh Kudus telah membuat mereka penilik, dan bahwa tugas mereka adalah menggembalakan gereja mereka. Petrus menggunakan bahasa yang sama dalam 1 Petrus 5:1-2, dan mengatakan bahwa para penatua di antara para pembacanya bahwa mereka pun harus "menggembalakan" kawanan domba yang dipercayakan kepada mereka, dan bertindak sebagai "enilik jemaat".

Paulus juga menyebutkan daftar persyaratan dari orang-orang yang melayani jabatan ini. Dalam 1 Timotius 3:1-7, Paul menyebutkan daftar persyaratan dari mereka yang melayani sebagai bishop (penilik jemaat). Dalam Titus 1:5-9, diberikan pula sebuah daftar yang sangat mirip, kali ini untuk para penatua, yang juga dirujuk pada 1:7 sebagai penilik jemaat.

Menurut banyak ahli, praktik pemisahan jabatan antara pastor dan bishop baru terjadi sekurang-kurangnya pada abad ke-2. Pada saat ini, seorang uskup atau penilik (jadi berbeda dengan sekelompok penilik atau penatua, yang dimiliki gereja-gereja paad abad pertama) mulai mengawasi kelompok-kelompok orang Kristen di seluruh kota, meskipun mereka berkumpul di tempat-tempat yang berbeda.[2] Pada abad ke-3 dan ke-4, para uskup dari beberapa kota yang paling penting mulai memiliki kekuasaan atas keseluruhan wilayah gereja dengan pengelompokan paroki dan keuskupan, atau eparki, dari banyak kelompok Kristen sekarang.[3]

Pastor dalam peraturan Gereja Katolik Roma dan Gereja Timur, khususnya Gereja Ortodoks, setelah ditahbiskan seumur hidupnya tidak menikah. Maksudnya supaya mengikuti tradisi Gereja dari dulu, lebih fokus dalam melayani Tuhan dan umat, dan waktu ditahbiskan jadi pastor, sudah mengikat diri dengan Tuhan (dengan bahasa lain sudah menjadi mempelai Tuhan). Di gereja-gereja Protestan, seorang Pastor diizinkan menikah.

Penggunaan dalam sejarah

[sunting | sunting sumber]

Sekitar tahun 400 M, Agustinus, seorang uskup terkenal dari Afrika Utara, menggambarkan tugas seorang pastor:

Para pengganggu harus ditegur, mereka yang kurang bersemangat harus diberikan semangat, yang lemah harus didukung, para penentang dibantah, yang tidak dapat dipercaya harus diwaspadai, yang tidak punya kecakapan diajar, yang malas diberikan dorongan, yang suka bertengkar dikendalikan, yang sombong ditekan, yang menuntut ditenangkan, yang miskin ditolong, yang tertindas dibebaskan, yang baik dipuji, yang jahat ditanggung, dan semuanya harus dikasihi.[4]

Penggunaan sekarang

[sunting | sunting sumber]

Sebutan Pastor, atau Romo, ataupun Pater, digunakan sebagai panggilan bagi imam dari Gereja Katolik, Gereja Ortodoks, dan Komuni Anglikan. Suatu paroki yang cukup besar biasanya memiliki lebih dari seorang imam. Gereja-gereja Anglikan jarang menggunakan istilah "pastor"; mereka lebih suka menggunakan istilah rektor.

Gereja Protestan

[sunting | sunting sumber]

Banyak gereja Protestan di Barat menggunakan istilah pastor sebagai gelar (mis., Pastor Smith) atau sebagai sebutan pekerjaan (misalnya Pastor Senior atau Pastor Peribadatan). Sebagian gereja Protestan berpendapat bahwa sebutan imam untuk merujuk kepada pendeta yang ditahbiskan bertentangan dengan doktrin Protestan tentang imamat am orang percaya. Karena itu, mereka sama sekali menolak penggunaan istilah imam untuk para pemimpin mereka. Denominasi-denominasi tersebut mencakup Lutheran, Mennonit, Methodist, Presbyterian, gereja-gereja dari tradisi Reformasi, Gereja-gereja Kristus Amerika, Sidang Jemaat Allah dan Baptis.

Di Indonesia, istilah Gembala sebagai terjemahan langsung dari kata "pastor" digunakan sebagai ganti sebutan "pendeta" oleh Kerapatan Gereja Protestan Minahasa, sebuah denominasi Protestan di Sulawesi Utara.

Penggunaan istilah pastor untuk merujuk pada jabatan pemimpin di lingkungan Protestan pada masa modern berasal dari masa Yohanes Calvin dan Ulrich Zwingli. Keduanya, dan juga para Reformator tampaknya telah menghidupkan kembali istilah ini untuk menggantikan istilah imam dari kalangan Katolik dalam benak pikiran para pengikut mereka, meskipun Pastor masih dianggap terpisah dari siding penatua atau presbiter. Beberapa kelompok Protestan pada masa kini masih memandang pastor, bishop (“uskup”), dan penatua sebagai istilah atau jabatan yang sinonim. Banyak dari mereka berpandangan demikian, khususnya di Barat, berasal dari kalangan Gerakan Restorasi di Amerika pada 1800-an, seperti misalnya Murid-murid Kristus dan Gereja-gereja Kristus.

Sekarang ini pastor masih memberkati umat gembalaannya di sungai Yordan, dengan cara menepuk kepala orang-orang percaya sebelum menyuruh mereka masuk ke air suci untuk dibaptiskan.[5]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Bercot, David W. (1999). Will The Real Heretics Please Stand Up. Scroll Publishing. ISBN 0-924722-00-2. 
  • Dowly, Tim (ed.) (1977). The History of Christianity. Lion Publishing. ISBN 0-7459-1625-2. 

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Yeremia 3:15 LAI
  2. ^ Bercot, hlm 44-45.
  3. ^ History of Christianity, hlm 118-119.
  4. ^ "Augustine, Sermo CCIX" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2006-11-03. Diakses tanggal 8-8-2006. 
  5. ^ "Raw Sewage Taints Sacred Jordan River". Diakses tanggal 11 Sept. 2006. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]